Konstelasi Politik Iran Menurut Teori Neo-Realisme

Konstelasi Politik Iran Menurut Teori Neo-Realisme – Dinamika dan konstelasi politik Iran selalu menarik untuk dibahas, terutama pasca Revolusi Iran tahun 1970-an silam dan hubungannya yang kian memanas setelah itu dengan adidaya Amerika Serikat.

Untuk itu, konstelasi politik Iran dalam artikel kali ini kita bahas menggunakan teori neo-realisme.

Butuh VPN gratis kualitas premium? Dengan Moove VPN, semua konten di internet bisa diakses tanpa batas!

Berikut pembahasannya.


Konstelasi Politik Iran Menurut Teori Neo-Realisme

Pendahuluan: Konstelasi Politik Iran

Politik internasional kian memanas dengan adanya permasalahan proliferasi nuklir oleh beberapa negara yang dinilai oleh Dewan Keamanan PBB sebagai negara yang ‘membandel’. Iran dan Korea Utara adalah fokus masyarakat internasional saat ini.

Iran yang bersikukuh dengan program nuklirnya ditambah dengan adanya laporan dari IAEA (International Atomic and Energy Agency) tentang pengayaan uranium Iran yang berpotensi menciptakan senjata nuklir dan Korea Utara yang baru-baru ini akan mengadakan uji coba roketnya telah membuat kekhawatiran masyarakat internasional semakin meningkat.

Baca Juga: Teori Realisme dalam Hubungan Internasional

Amerika Serikat selaku “polisi dunia” berusaha untuk mencari kesepakatan melalui diplomasi meskipun desakan Israel untuk mengadakan operasi militer ke Iran kian kuat dan tindakan Korut yang menjadi ancaman bagi kawasan Asia Timur kian terasa nyata.

Sekutu-sekutu Amerika juga menginginkan diadakannya operasi militer agar Iran berhenti melanjutkan program militernya.

Apapun opsinya, demi perdamaian dunia, perang nuklir harus dicegah oleh karenanya tindakan dengan perencanaan matang harus segera direalisasikan.

Di sisi lain, Iran memainkan peran yang cukup penting ditengah perlawanannya terhadap agresi Barat di dunia.

Politik minyak Iran membuat beberapa negara di kawasan Eropa sangat tergantung karena buruknya kondisi ekonomi Euro Zone yang tengah dilanda krisis, bahkan negara seperti India masih sangat membutuhkan minyak Iran dan mereka memutuskan untuk bermain aman dengan tetap membina hubungan baik dengan Iran.

Perlu diketahui Iran memilik cadangan minyak terbesar kedua di dunia ditambah dengan wilayah yang strategis dimana arus ekspor minyak dari Timur Tengah melewati daerah perairan Iran sehingga memperkuat bargain position Iran dalam konstelasi politik dunia di bawah agresi Amerika dan negara Barat lainnya.

Baca Juga: 50 Fakta Menarik Perang Dunia II

Merupakan hal yang menarik untuk menganalisa apa yang nanti akan terjadi menggunakan metode forecasting dan kacamata teori neo-realisme dikolaborasikan dengan pernyataan-pernyataan pemimpin dalam merespon tindakan-tindakan negara lain yang juga mengindikasikan arah haluan negara tersebut.


Landasan Teori: Neo-Realisme

Teori yang akan digunakan dalam menjabarkan politik luar negeri Iran adalah Neo-Realisme. Neo-Realisme adalah teori Realisme klasik Hans J. Morgenthau yang diperbaharui Kenneth N. Waltz untuk melengkapi kekurangan teori Realisme dalam menjabarkan realita dunia perpolitikan terkini.

Waltz menggunakan pendekatan teori internasional politik yang lebih saintifik. Dalam neo-realisme, negara masih aktor utama juga sebagai leviathan dan penentu haluan “bahtera” politik dunia. Struktur anarki menurut neo-realis memungkinkan negara diserang kapanpun dan self-help is the best way to feel secure.

Baca Juga: Dilema Keamanan atau Security Dilemma Dalam Hubungan Internasional

Penganut neo-Realisme melihat power dari pandangan yang berbeda, kepentingan nasional yang paling utama adalah security dan menghalalkan kerjasama dalam pembentukan sekuritas bersama.

Hal tersebut kerap kali membuat negara lain yang berada di luar “ikatan” kerjasama terprovokasi untuk meningkatkan kekuatan juga sehingga berakibat security dilemma dan dapat berakhir pada perang yang krusial serta collective destruction.


Analisa Masalah

Sejak dulu hingga kini kawasan Timur Tengah terus bergolak, berbagai macam konflik telah terjadi dan sebagian berakhir dengan tragis seperti yang terjadi pada Irak. Kini Iran menjadi tokoh sentral sebagai troublesome actor di kawasan.

Program nuklir Iran yang berkembang cepat dikhawatirkan akan berkembang pada tahap pembuatan senjata nuklir.

Hal ini tentu saja menjadi ‘batu sandungan’ untuk 5 negara pemilik senjata nuklir, jika muncul negara pemilik senjata nuklir baru, akan muncul juga potensi yang lebih besar akan terjadinya perang nuklir.

Baca Juga: Krisis Nuklir di Tahun 2015, Sebuah Pembahasan Singkat

Bukan hanya bersengketa dengan Barat, bahkan konflik intra kawasan masih terasa ditambah dengan perbedaan madzhab yang dianut Iran, Syiah dilautan Sunni menambah kompleksnya permasalah Timur Tengah seakan kawasan ini tidak pernah beristirahat dari yang namanya konflik.

Iran adalah negara teokrasi dengan Islam Syiah sebagai agama resmi negara dengan bentuk negara Republik Islam.

Sejak revolusi Iran yang dipimpin Ayatullah Ruhullah Khomeini, Iran menjadi penentang utama arogansi Barat. Kebencian akibat kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Palestina tertuang dalam berbagai pernyataan pemimpinnya.

Mahmoud Ahmadinejad, presiden Iran saat ini menyatakan bahwa Israel harus dihapuskan dari peta dunia membuat gusar Israel yang telah menempati daerah Palestina sejak Mandat PBB tahun 1948 dengan dukungan Inggris dalam Balfour Declaration.

Baca Juga: Sejarah Singkat Revolusi Perancis

Iran juga menganggap bahwa kekacauan saat ini diakibatkan oleh negara Barat, globalisasi yang notabenenya adalah produk Barat turut mengambil peran dalam penderitaan umat manusia seperti kemiskinan dan kelaparan. Globalisasi menjanjikan kehidupan lebih baik, tapi pada realitanya berbanding terbalik.

Konstelasi politik Iran memicu konflik laten antara Iran dan Barat menjadi fokus utama dalam paper ini, akankah konflik tersebut bertransformasi menjadi konflik manifest?

Dimana perang terbuka akan terjadi yang akan membawa pada perubahan karena pihak bersengketa memiliki keunggulannya masing-masing ataukah konflik tersebut akan berakhir dengan sebuah resolusi perdamaian melalui diplomasi?


Pembahasan: Konstelasi Politik Iran Menurut Teori Neo-Realisme

 “Itu adalah sebuah bukti bahwa majikan yang sama dan kekuatan kolonial yang dalam satu waktu menghasut terjadinya kedua perang dunia telah menyebabkan menyebarnya penderitaan dan kekacauan dengan efek yang berkepanjangan melintasi dunia sejak saat itu”.1

Sebuah pernyataan Ahmadinejad dalam sidang umum PBB di New York pada 7 September 2011 yang direspon dengan aksi walk out oleh Amerika dan beberapa negara sekutunya yang langsung menusuk tepat ke jantung mereka.

Baca Juga: Perjanjian Westphalia dalam Hubungan Internasional

Konflik laten antara negara Barat dan Iran telah muncul sejak Revolusi Iran 1979 ketika negara tersebut berganti menjadi Republik Islam dan dipimpin oleh seorang pemimpin spiritual Ayatullah Ruhullah Khomeini.

Berbagai pernyataan yang memojokkan negara-negara Barat telah ada sejak saat itu. Tahun 2012 konflik kedua kubu tersebut mendekati klimaks.

Muncul banyak kemungkinan akan terjadinya perang dimana tiap-tiap kubu membuat aliansi atau memperkuat aliansinya dengan negara lain.

Indikasi yang ditunjukkan saat ini adalah gerakan Islam dan Neo-Sosialisme bergabung untuk melawan imperialisme negara-negara Barat yang dipimpin Amerika Serikat. Ketika negara-negara minor tersebut dulunya terlihat kecil oleh Amerika, kini mereka menjadi sebuah ancaman serius.

Dalam setiap pertemuan DK PBB, ketika Amerika akan menjatuhkan sanksi baru kepada Iran, China dan Rusia menjadi pelindung utama dengan tetap mendukung Iran.

Terdapat dua kubu di dalam tubuh PBB ketika mereka membicarakan permasalahan Iran, kubu pro dan kontra.

Iran sendiri telah memperkuat hubungan dan relasinya, baik secara kawasan maupun ke negara-negara yang memiliki kesamaan visi untuk menghentikan arogansi Amerika.

Brazil, Venezuela, Turki, Rusia, China dan bahkan Indonesia berada di kubu Iran, meskipun tidak ada pernyataan khusus tentang dukungan, akan tetapi dapat terlihat secara tersirat melalui usaha dan tindakan yang dilakukan.

Baca Juga: Konflik Timor Timur yang Berkepanjangan

Apa yang Iran lakukan adalah mempertahankan kelangsungan bangsanya, ketika dirinya terancam, jalan satu-satunya adalah dengan memperkuat pertahanan diri atau self-help.

Dan naas, aksi tersebut mendapat reaksi negative dari negara lawan seperti Israel yang menyatakan Iran adalah ancaman nyata bagi bangsanya.

Iran semakin dipojokkan dengan sanksi-sanksi negara Barat, survival of state Iran diuji dengan munculnya ancaman operasi militer yang akan terealisasi dalam waktu dekat jika Iran tetap kukuh dengan program nuklirnya.

Survival ability yang dimiliki oleh Iran berada dalam kondisi yang rentan, jika dia berdiri sendiri maka akan dengan mudah dihancurkan oleh negara-negara Barat yang memiliki kemampuan perang lebih maju jika konflik laten telah berubah menjadi konflik manifes dimana perang terbuka terjadi.

Iran bisa berakhir seperti Irak, diinvasi oleh Amerika dan sekutunya. Untuk itulah selain melakukan enforcing and strengthening pertahanan diri, Iran juga bekerja sama dengan negara-negara disekitarnya seperti Turki, Lebanon, Turkmenistan, Afghanistan dan Pakistan untuk mengamankan kawasan karena menyangkut keselamatan bersama.

Rakyat Afghanistan dan Irak telah merasakan bagaimana buruknya pasca-invasi oleh Amerika, untuk itu mereka tidak ingin negara lain merasakannya.

Faktor lainnya mengapa negara di sekitar Iran mau bekerjasama adalah jika Amerika memasuki daerah Timur Tengah, tujuan utamanya sudah pasti ladang-ladang minyak, dan tentu saja kerugian bagi negara yang diinvasi.

Tindakan Iran sangatlah wajar menurut Rusia, karena selama ini Iran terus berada di bawah tekanan, wajar bila suatu saat dia akan berontak dan mempertahankan dirinya dari serangan negara lain.

Baca Juga: ASEAN & Perbedaan Bali Concord II dan III

Dari sinilah muncul simpati banyak negara yang melihat kemantapan Iran dalam melawan arogansi Barat dan telah terbukti berbagai sanksi tidak mampu menjatuhkan Iran, bahkan sanksi tersebut menciptakan kondisi dimana Iran mampu berdikari atau menolong dirinya sendiri tanpa tergantung negara lain.

Ancaman Amerika untuk menjatuhkan sanksi baru kepada Iran, dilawan dengan ancaman menutup jalur distribusi minyak di perairan Iran yang tepatnya berada di Selat Hormuz. Hal ini membuat Amerika berfikir ulang, meskipun desakan Israel untuk melakukan operasi militer terus digencarkan.

Menurut Presiden Barrack Obama, masih ada waktu untuk melakukan diplomasi dengan Iran akan tetapi waktu tersebut kian sempit, untuk itulah harus diambil keputusan pasti jika ingin menyelesaikan permasalahan diantara Barat dengan Iran.

Di sisi lain, Perdana Menteri Benyamin Netanyahu menganggap apa yang dilakukan Iran sudah sangat mengancam entitas Israel, national security diambang batas.

Terdapat gulch antara Iran dan Israel yang saling tidak menyukai satu sama lain. Rumitnya permasalah di Timur Tengah terus berlanjut. Seperti tidak ada resolusi dalam tiap masalah yang ada dan kerap kali berakhir dengan diplomasi berdarah.

Melalui sudut pandang Iran, program nuklir sangat menguntungkan, pengayaan uranium menjawab national interest akan cukupnya energi dan pengobatan, meskipun akan ada ancaman dari negara lain yang menganggap program nuklir tersebut akan bertransformasi menjadi senjata nuklir sehingga harus ditanggapi serius karena dapat memancing negara lain untuk mengembangkan teknologi nuklir tanpa mengikuti aturan ‘main’ dalam proliferasi senjata nuklir.

Baca Juga: Teori Kepentingan Nasional Konflik Laut Cina Selatan

Sedangkan oppurtinity yang dimiliki Iran adalah menyatukan negara-negara yang sejak lama bertentangan dengan Barat sehingga dapat berjalan bergandengan bersama-sama melawan arogansi Barat.

Kerjasama yang terjadi sudah tentu membawa keuntungan, bagi yang berteman dengan Iran maka kebutuhan akan energi minyak akan terpenuhi. Itulah yang menjadi asumsi negara lain untuk bergabung mendukung Iran.

Seperti halnya India yang tidak akan mengikuti himbauan Amerika untuk mendukung sanksi terhadap Iran, karena national interest India ada ditangan Iran. Pembangunan di India harus terus berlanjut, tanpa minyak pembangunan akan sangat terhambat.

Selain minyak, kesamaan visi para pemimpin seringkali mempertemukan chemistry mereka untuk melakukan sebuah gerakan bersama.

Saat ini imperialisme negara adidaya Amerika berhadapan dengan gerakan Islam dan Neo-Sosialisme yang bersatu untuk melawan arogansi tersebut.

Bukan tidak mungkin perubahan akan terjadi pada struktur politik dunia. Dunia bisa kembali terbagi dua, bukan berdasarkan ideologi, akan tetapi mengenai sebuah kepentingan, yaitu melanjutkan hagemoni Barat atau menghentikannya.

Kebencian Iran terhadap Amerika dan Israel sudah mengakar. Hal itu dapat terlihat pada pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh pemimpinnya. Bangsa Persia adalah salah satu korban dari imperialisme Amerika.

Baca Juga: Wujud Modernisasi Militer Cina

Iran selalu dikambing hitamkan dalam beberapa kasus pengeboman yang terjadi di kedutaan Israel dibeberapa negara. Itulah nasib bagi bangsa yang mencoba melawan arus politik yang dikendalikan oleh Amerika.

Iran juga menuduh bahwa berbagai kemalangan yang terjadi di dunia adalah ulah negara Barat sendiri, seperti kematian Lady Diana, bahkan war on terrorism sendiri adalah rekaan yang dibuat Amerika untuk sama-sama mendiskriminasikan umat Islam dengan me-label mereka dengan cap teroris.

Hegemoni Amerika dinilai membawa pengaruh buruk yang berkepanjangan. Globalisasi dan westernisasi adalah produk-produk dari negara Barat.

Mereka membuat banyak negara bergantung sehingga tidak mampu berdiri sendiri dan hal itu dirancang sedemikian rupa sehingga sangat sulit untuk mandiri bagi negara-negara yang telah tergantung.

Pengaruh barat telah merasuki hampir setiap jati diri bangsa, bahkan dari hal kecil dan remeh sehingga ter-erosinya karakter asli bangsa yang terpengaruh oleh budaya Barat.

Dalam hal ini Iran sendiri ingin menunjukkan pada dunia bahwa, mereka bisa untuk tidak bergantung pada Barat dengan tetap mempertahankan prinsip bernegara berlandaskan ideologi yang dianut.

Negara teokrasi seperti Iran memiliki figur para pemimpin yang teguh dalam mempertahankan prinsip.

Inilah satu dari sekian banyak hal yang ingin Iran tunjukkan, terlalu bergantung pada orang lain dapat membawa dampak buruk yang berkepanjangan pada diri sendiri.

Oleh karenanya, kemandirian Iran patut dijadikan contoh untuk negara-negara lain yang masih belum bisa mandiri.

Mau tidak mau, konflik harus diselesaikan. Akan lebih baik jika dengan cara yang damai tanpa ada darah yang menetes sehingga ditemukan resolusi yang baik untuk semua pihak tanpa berat sebelah, meskipun hal tersebut sangat sulit direalisasikan. Selalu ada pihak yang dirugikan dan adapula pihak yang diuntungkan.

Baca Juga: Teori Neo-fungsionalisme dalam Organisasi Internasional

Israel kini sedang gencar menggalang kekuatan dengan mengajak negara lain untuk bekerjasama melawan Iran agar program nuklirnya dihentikan.

Meskipun mendapat tentangan dari Amerika, Israel tetap bersikukuh jika Amerika tidak bertindak, maka Israel yang akan memulai karena dialah diantara sekian “musuh” Iran yang geografiknya berdekatan atau berada dalam satu kawasan, Timur Tengah.

Beberapa kalangan menilai jika terjadi perang akan berdampak buruk pada dunia karena dapat menyeret negara lain untuk ikut terlibat dan memihak.

Hal ini senada dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Israel Avigdor  Lieberman bahwa perang dengan Iran bisa menjadi “mimpi buruk” dan banyak negara akan terlibat termasuk negara-negara Teluk dan Arab Saudi.2

Pernyataan ini disampaikan pada surat kabar Israel Yedioth Ahronoth, ketika dia berkunjung ke China beberapa waktu lalu. Pernyataan ini bertentangan dengan apa yang disampaikan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak, malah Barak terkesan mengecilkan dampak buruk perang dengan Iran bahwa tidak akan berkepanjangan dan hanya akan memakan sedikit korban.

Kecurigaan Israel terus meningkat, kecurigaan tersebut juga merupakan salah satu bentuk pertahanan diri dari Israel yang merasa terancam dengan kehadiran Iran.

Ditambah dengan label Iran sebagai negara yang “keras kepala” yang sulit untuk diajak berdiplomasi, terutama duduk bersama Israel dalam sebuah perundingan.

Iran seakan tidak akan berkompromi sebelum tanah Palestina dikembalikan seperti semula kepada penduduk Palestina yang kini telah menjadi orang asing di tanah mereka sendiri.

Begitu pula dengan Israel yang telah merasa berdaulat atas wilayahnya, bahkan Israel tidak akan menyerahakan secuil daerah pun untuk Palestina, malah akan terus memperluas wilayahnya dengan terus membangun pemukiman baru warga Yahudi. Iran adalah top threat Israel dalam state continuity-nya.

Sejuta opsi tersedia untuk menyelesaikan permasalahan ini, kendala satu-satunya adalah kemauan dari negara-negara tersebut untuk menyelesaikan sengketa dan konflik yang telah berkepanjangan.

Kepentingan nasional yang menjadi prioritas, akan tetapi kepentingan tersebut juga yang memilah dunia dalam “keberpihakan” atas suatu kelompok. Hanya anarki yang tersisa dari dunia ini.

Baca Juga: ASEAN dan Perdamaian Kawasan

Dalam perspektif umum semua negara, tidak ada suatu negara pun di dunia yang dapat berdiri di atas negara lain karena masing-masing negara memiliki kedaulatan yang sama derajatnya.

Faham egalitarisme ini sangat bertentangan dengan realita yang terjadi. Hagemoni Amerika telah berada di atas negara lain yang tergantung kepadanya, bahkan hal ini telah berlangsung lama semenjak pasca perang dingin.

Interdependence yang bersifat negatif hanya membawa keuntungan sesaat dan kesengsaraan di ujung jalan atau seperti menunda penyakit tetapi tidak menyembuhkan sehingga segalanya seperti tidak tuntas.

Atas dasar kepentingan bersama, hagemoni dan arogansi negara-negara Barat sudah saatnya diakhiri.

Seperti itulah kiranya pemikiran para pemimpin yang kini seolah menjadi anti-thesis bagi Barat. Dan probabilities yang akan terjadi di masa depan akan dibahas di bab selanjutnya.


Kesimpulan: Konstelasi Politik Iran Menurut Teori Neo-Realisme

Teori Neo-Realisme menunjukkan bahwa pergerakan dunia saat ini mengarah pada kerjasama yang terjalin di antara negara-negara adalah untuk memperkuat survival ability dengan pendekatan power dan national interest serta visi bersama.

Power sendiri tidak hanya dilihat dari kekuatan militer saja, tetapi bisa dilihat bagaimana kekuatan ekonomi ataupun politiknya mampu memperkuat survival ability suatu bangsa.

Kerjasama dalam rangka membangun kekuatan tersebut menghasilkan hubungan sosial yang cukup erat, dapat dilihat bagaimana dekatnya hubungan negara sosialis dengan negara Islam seperti Venezuela dan Iran.

Baca Juga: Teori Neorealisme dalam Konflik India – Pakistan

Gelombang gerakan Islam dan Neo-Sosialisme menjadi anti-thesis untuk imperialisme Barat. Struktur anarki dunia memaksa negara untuk menentukan sikap bahkan memaksa untuk bertindak. Memilih untuk tidak atau ya, memilih untuk melanjutkan imperialisme Barat atau menghentikannya.

Dalam kasus Iran, organisasi internasional seperti PBB mengambil peranan sebagai penengah dan memediasi pihak yang bersengketa agar tercipta resolusi damai tanpa melibatkan pihak manapun untuk berperang. Apakah imperialisme Barat akan bertahan atau berhasil disingkirkan oleh gelombang baru yang menjadi anti-thesis dari imperialisme tersebut.

Banyak kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Tidak menutup kemungkinan perang besar akan terjadi melihat kapabilitas pihak-pihak yang berseteru yang mampu menggerakkan aktor-aktor lain untuk bergabung dalam satu gerakan melawan gerakan lainnya.

Kemungkinan buruknya akan terjadi war of all against all yang dapat memporak-porandakan dunia.

Sejauh ini belum ada proxy war, meskipun tensi kedua pihak meningkat seperti yang dilakukan Iran ketika salah satu drone Amerika jatuh di territorialnya dan Iran menolak untuk mengembalikan pesawat tersebut dan malah memperbolehkan pihak sekutu Iran, seperti China dan Rusia untuk memperlajari teknologi drone tersebut.

Kemungkinan akan adanya perdamaian jika melihat pola-pola yang ada juga sangat kuat, mengingat Iran dan Amerika sendiri menunjukkan tanda positif untuk berdiplomasi terlebih dahulu mengenai masalah penghentian program nuklir Iran.

Baca Juga: Suriah vs Israel: Suriah Mampu Menghadapi Israel

Ditambah dengan dukungan PBB untuk melakukan pembicaraan dalam suatu forum atau dialog tentang penyelesaian masalah tersebut.

Faktor decision maker sangat menentukan arah akan dibawa kemana bangsanya. Segala resiko ada dalam setiap kebijakan dan keputusan yang dibuat akan ditanggung bersama, meskipun perang adalah pilihan.

Konsekuensinya adalah dunia akan kembali merasakan bagaimana tragis dan kejamnya perang tersebut. Jika semuanya berakhir dengan damai, tidak menutup kemungkinan akan ada lagi masalah lain yang disebabkan oleh negara lain yang bisa menggerakkan kembali dunia menjadi kubu-kubu dan kelompok-kelompok.

Hanya waktu yang dapat menunjukkan ke arah mana dunia akan berubah, lebih baik atau lebih buruk, karena hidup adalah pilihan dan kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari.

Perang dan perdamaian memiliki persentasinya sendiri jika ditinjau dari sudut tertentu. Terkadang suasana hati decision maker juga dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil dimana faktor idiosinkratik juga akan mengambil peranannya sendiri terlepas dari faktor psikologinya.

Bahkan kemungkinan diambilnya keputusan yang irrasional pun masih ada. Opsi-opsi yang mungkin luput dari perhatian pengamat juga bisa terjadi.

Baca Juga: Produksi Lokal, Langkah Dasar Penguatan Perekonomian

Jika perdamaian yang akan dipilih oleh negara-negara bersengketa, semoga tidak menjadi perdamaian yang semu, yang hanya menunda sebuah penyakit kemudian akan menyeruak kembali dikemudian hari.

Akan tetapi jika perang yang terjadi, sudah tentu banyak yang akan terlibat, baik aktor negara maupun non-negara.

Anarkilah yang akan menjadi wasit dari peperangan tersebut. Peperangan biasanya akan membawa pada suatu akhir yang pahit dan juga sebagai penanda bahwa suatu yang baru akan dimulai.

Segalanya sangat mungkin terjadi, semua opsi bisa terealisasi bahkan dengan cara-cara yang kadang “ajaib”.

Baca Juga: Perang Irak-Iran di Timur Tengah dalam Hubungan Internasional

Dunia sendiri sulit untuk ditebak, kita hanya bisa memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang ada. Semoga pilihan apapun yang diambil, akan menjadi pilihan yang terbaik untuk semuanya.

Nah, itulah pembahasan lengkap terkait konstelasi politik Iran menurut teori neo-realisme.


DAFTAR PUSTAKA

  • Palmer, G & Morgan, T 2006, A Theory of Foreign Policy, Princeton University Press, Princeton.
  • Waltz, Kenneth 1979, Theory of International Politics, McGraw-Hill, Sydney.
  • Katzman, Kenneth 2010, Iran Sanctions, Congressional Research Service, retrieved 13 April 2012,

< http://fpc.state.gov/documents/organization/141587.pdf>

  • Aegi 2010, ‘Islam dan Neososialis melawan Barat’, Kompas, 22 Mei, diakses pada 13 April 2012,  <http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=1155&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=a3aa91ab>
  • Haswidi, Andi 2011, ‘Ahmadinejad attacks West, preach on arrival of Jesus’, The Jakarta Post, 24 September, diakses pada 13 April 2012,
  • Kistyarini 2012, ‘Perang dengan Iran mimpi buruk bagi Israel’, Kompas, 4 April, diakses pada 13 April 2012, <http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=1155&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=a3aa91ab>
  • Primus, Josephus 2012, ‘Ihwal minyak, India tak ingin cari gara-gara’, Kompas, 30 Januari, diakses pada 13 April 2012, <http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=1155&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=a3aa91ab>

Artikel ini disumbangkan oleh Jelang Ramadhan sebagai Penulis Tamu.

  1. Andi Haswidi, “Ahmadinejad attacks West, preach on arrival of Jesus”, The Jakarta Post, 24 September 2011
  2. Kistyarini, “Perang dengan Iran, mimpi buruk bagi Israel”, Kompas, 4 April 2012

Walter Pinem
Walter Pinemhttps://walterpinem.me/
Traveler, Teknisi SEO, dan Programmer WordPress. Aktif di Seni Berpikir, A Rookie Traveler, GEN20, Payung Merah, dan De Quixote.

Bacaan SelanjutnyaPENTING
Topik Menarik Lain

3 KOMENTAR

  1. Adapun dukungan Iran, maka itu adalah peran yang ditugaskan Amerika kepada Iran untuk mengokohkan rezim Assad, dan membantunya dalam bentuk finansial dan militer. Amerika benar-benar mngeksploitasi percikan api sektarian untuk memuluskan kepentingannya dengan mendukung anteknya di Damaskus. Hal ini sama seperti yang ditugaskan Amerika kepada negara-negara lain, semisal Mesir, Turki dan negara-negara di kawasan Timur Tengah lainnya, yaitu peran politik penuh dosa, yang semuanya digunakan untuk upaya mengaborsi revolusi, dan membersihkannya dari gerakan Islam, yang nafasnya adalah Lâ Ilâha Illallâh (tiada Tuhan selain Allah), dan tiada kekuasaan kecuali kekuasaan Allah.

  2. Di akhir-akhir ini sdng marak dengan bentrokan masa,perang saudara,propaganda politik dan chaos yg terjadi dimana-mana ini karena 2subject pastinya,kala.kita memandang ini dgn sudut pandangan diluar politik pasti kita menemukan akar masalah ini tak lain adalah masalah agama,islam vs zionist tdk pernah ada istilah islam dan zionist berdamai sepertinya.amerika yg disebut sbg negara adidaya,pemegang kendali dr negara negara lain itu telah menjadikannya sebagai conspiracy tertutup yg sebetulnya perlahan-lahan akan terbongkar oleh public,yaitu menghancurkan islam,berita yang ada selama ini telah diputarbalikan(sgt tdk susah untuk amerika menguasai media dunia).berapa umat muslim yang telah syahid karena perbuatan kepemerintahan amerika yg bekerja sama dgn zionist israel,sebut saja palestine,afganistan,iraq,mesir.bahkan mereka mengadu domba umat islam agar terjadi perang saudara.sebetulnya tidak susah juga untuk mengetahui alasan mngpa kepemerintahan amerika&zionist melakukan itu.dalam kitabnya,bangsa yahudi mengatakan bahwa dirinya adalah sebaik-baiknya umat dan yg paling sempurna,umat dr agama lain itu kedudukannya sangat rendah dr mereka.mereka mempunyai rasa chauvinisme yg tinggi,dan mempercayai bahwa merekalah yg layak menguasi dunia.tekad mereka sgt besar sekali untuk menguasi dunia,dan setelah mereka menguasi kita semua dgn pergaulanya,trend masa kini,technology,westernisasi dsb giliran negara arablah sasaranya,,tanah arab adalah tanah yg subur,terutama palestine sampai-sampai menanam apapun ditanahnya akan tumbuh dgn baik,begitu juga negara timur tengah yang lain terutama dari segi minyak(yg pastinya sbg jantungnya dunia).itulah salah satu alasan mengapa akhir akhir ini marak terjadi chaos di tanah timur tengah,dan iran sebagai negara islam yg independen,tidak bergantung dgn amerika berusaha keras untuk memusnahkan niatanya bersama zionist tsb,senjata dan technology yg.iran buat bhkan sudah tahap tinggi kecanggihannya,sehingga mmbuat zionist kalang kabut.pastinya saya sbg umat muslim selalu berdoa agar dunia ini dipimpin dgn umat islam secara islami,berpedoman pada quran dan hukum islam.amin

  3. terima kasih infonya sangat membantu. Bagus sekali informasinya.
    jangan lupa kunjungi website kami ya gan hehehe

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ikuti Kami!

1,390FansSuka
697PengikutMengikuti
210PelangganBerlangganan

Terpopuler