Perjanjian Westphalia dalam Hubungan Internasional

50851
perjanjian westphalia

Perjanjian Westphalia dalam Hubungan Internasional – Ketika Eropa berada pada masa-masa kelam yang diisi dengan berbagai perang, Perjanjian Westphalia muncul sebagai awal lahirnya pendamai di antara kaum yang terlibat dalam perang yang berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya. Perjanjian Westphalia juga menandai berakhirnya perang antara Katolik dan Protestan di Eropa yang berlangsung selama 30 tahun. Perjanjian ini sedikit banyak membawa pengaruh pada dinamika politik internasional hingga saat ini.

Munculnya Perjanjian Westphalia
Sekitar abad pertengahan, Eropa dilanda peperangan yang cukup dahsyat yang melibatkan kaum Katolik dan Protestan. Perang tersebut berlangsung selama kurang lebih tiga puluh tahun dimulai tahun 1618 hingga 1648. Perang tersebut juga merupakan hasil dari pertentangan kedua belah pihak yang dimulai oleh Reformasi Protestan sampai pada kontra Reformasi Katolik. Di samping aspek agama ternyata juga terdapat persaingan dinasti Hapsbruk dan Boubron hingga pada akhirnya tercapai Perjanjian Westphalia.

Sebelum munculnya Perjanjian Westphalia, keadaan Eropa diisi oleh berbagai konflik yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar kala itu. Kekuatan-kekuatan tersebut merupakan kerajaan-kerajaan yang masing-masing memiliki kuasa yang terlibat konflik bersenjata dengan berbagai alasan. Konflik tersebut awalnya dipicu oleh upaya pembunuhan atas Raja Bohemia  pada tahun 1618, yang akhirnya menjadi Kaisar Romawi Suci, Ferdinand II. Setelah menjabat sebagai Kaisar Romawi Suci, Ferdinand II menerapkan nilai-nilai Katolik di setiap penjuru kerajaannya. Hal tersebut membuat kaum Protestan memberontak. Pemberontakan itu kemudian membawa Eropa ke dalam pergolakan perang.

Butuh VPN gratis kualitas premium? Dengan Moove VPN, semua konten di internet bisa diakses tanpa batas!

Perang tersebut menghancurkan sebagian besar wilayah Eropa, terutama Jerman. Di wilayah tersebut, para kelompok bersenjata yang tidak diberikan upah mengobrak-abrik dan menjarah banyak kota, desa, serta pertanian. Dengan terjadinya kehancuran, korban tewas berjatuhan dengan jumlah besar, timbulnya wabah kelaparan dan penyakit, maka muncullah Perjanjian Westphalia sebagai akhir dari perang tiga puluh tahun yang menjadi pembawa masa kelam di Eropa.

Perjanjian Westphalia dan Sistem Internasional
Sebelum itu, organisasi-organisasi yang memiliki otoritas politik di abad pertengahan di Eropa didasarkan pada tatanan hierarki yang tidak jelas. Westphalia membentuk konsep legal tentang kedaulatan, yang pada dasarnya berarti bahwa para penguasa, atau kedaulatan-kedaulatan yang sah tidak akan mengakui pihak-pihak lain yang memiliki kedudukan yang sama secara internal dalam batas-batas kedaulatan wilayah yang sama. Perjanjian ini merupakan titik awal dari dikembangkannya sistem negara modern.

Selain berakhirnya perang 30 tahun antara kaum Katolik dan Protestan, Perjanjian Westphalia juga secara resmi mengakui kedaulatan Belanda dan Konfederasi Swiss. Perjanjian Westphalia melibatkan Kaisar Romawi Suci Ferdinand II beserta Kerajaan dari Spanyol, Prancis, Swedia, Belanda, dan sejumlah penguasa wilayah lain di Eropa. Selain mengakhiri perang tiga puluh tahun di Eropa, Perjanjian Westphalia juga meneguhkan perubahan dalam peta politik dunia. Selain itu, perjanjian ini juga mengakhiri upaya untuk menegakkan imperium Romawi Suci yang selama ini memiliki pengaruh kuat atas negara-negara di dunia terutama di Eropa. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing. Sebelumnya gereja memiliki kekuatan atas hubungan antar-negara, dan Perjanjian Westphalia mengakhiri itu semua. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman juga diakui dalam Perjanjian Westphalia.

Setelah munculnya Perjanjian Westphalia, susunan masyarakat internasional yang baru didasarkan atas negara-negara nasional dan tidak lagi berdasarkan pada kerajaan-kerajaan. Selain itu susunan masyarakat internasional juga didasarkan pada hakekat negara tersebut bersama dengan pemerintahannya, yakni memisahkan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja. Perjanjian Westphalia yang meletakkan dasar bagi bentuk dan hakekat tersebut dalam susunan masyarakat internasional yang baru.

Sebagai konsekuensi atas kemunculan Perjanjian Westphalia, Kekaisaran Romawi Suci mengalami perpecahan. Swedia mengambil kendali wilayah Baltik, kemerdekaan Belanda dari Spanyol diakui secara penuh, dan Prancis muncul sebagai kekuatan baru.

Perjanjian Westphalia tidak lantas membuat Eropa berhenti berperang. Prancis dan Spanyol tetap berkonflik selama sebelas tahun berikut hingga muncul Traktat Pyrenees pada 1659.

Perjanjian Westphalia dalam Hubungan Internasional
Sebagai pemicu perpecahan Kekaisaran Romawi Suci dan hadirnya negara-negara berdaulat yang baru di Eropa, Perjanjian Westphalia secara sarat menghadirkan konsep negara-bangsa (nation-state). Selain itu muncul juga istilah negara modern.

Perjanjian Westphalia membuat banyak perubahan dalam bentuk negara modern yang meliputi :
– Tumbuhnya “Representative Government”.
– Terjadi Revolusi Industri.
– Terjadi Perkembangan Hukum Internasional.
– Terjadi Perkembangan metode-metode diplomasi.
– Terjadi saling ketergantungan antar negara-bangsa di bidang ekonomi.
– Timbulnya prosedur-prosedur untuk menyelesaikan konflik secara damai.
Hubungan internasional di masa Perjanjian Westphalia (1648) dan Perjanjian Utrecht (1913) dipengaruhi oleh Raja Louis XIV (1643 – 1715) dalam upaya memperkuat hegemoni Perancis di benua Eropa. Selain itu Raja Louis XIV juga mengupayakan penguatan hegemoni Perancis dalam persaingan ekonomi-politik antara Inggris, Perancis, Belanda, serta Spanyol. Inggris merupakan mata rantai yang paling utama dalam hubungan internasional di Eropa karena Inggris yang mampu menjadi penyeimbang kekuatan (balance of power) dengan Prancis yang begitu berambisi di Eropa.

Hal tersebut dapat dilihat ketika Perancis terus berusaha meluaskan kekuasaannya, namun suatu koalisi antara negara-negara Eropa lainnya yang dipimpin oleh Inggris dan Austria dapat membendungnya dalam perang Spanyol (1701 – 1713). Perang itu dikenal dengan nama “The War of the Spanish Sucsession”. Perancis akhirnya mengakui bahwa Spanyol menjadi negara merdeka, walaupun berhasil menempatkan seorang Bourbon di Spanyol. Namun Perancis kemudian harus melepaskan wilayah Nova Scotia kepada Inggris dan Austria mendapatkan Naples dan Sardina. Inggris kemudian mendapatkan wilayah Dilbraltar dan Minorca dari Spanyol.

Perjanjian Westphalia mendukung bangkitnya negara-bangsa (nation-state), institusionalisasi terhadap diplomasi dan tentara. Sistem yang berasal dari Eropa ini diekspor ke Amerika, Afrika, dan Asia lewat kolonialisme, dan “civilization standards”. Sistem internasional kontemporer akhirnya dibentuk lewat dekolonisasi selama Perang Dingin. Namun, sistem ini tampaknya terlalu disederhanakan. Sementara sistem negara-bangsa dianggap “modern”, banyak negara tidak masuk ke dalam sistem tersebut dan disebut sebagai “pra-modern”. Lebih lanjut, beberapa telah melampaui sistem negara-bangsa dan dapat dianggap “pasca-modern”.

Dengan munculnya negara-bangsa sebagai aktor yang dominan dalam setiap perilaku politik hubungan internasional maka konsepsi tatanan sistem negara ini merupakan pola kehidupan internasional selama tiga abad. Di masa sekarang hal tersebut masih merupakan pola yang dominan yang tetap berlaku.

Ada beberapa hal yang berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dari sistem negara yang ada, yang kemudian membuat negara-bangsa menjadi aktor dominan serta bergerak sendiri tanpa ada pengaruh dari luar, yaitu:

a. Nasionalisme, yang bisa didefinisikan sebagai persepsi identitas seseorang terhadap suatu kolektivitas politik yang terorganisasi secara teritorial, nilai psikologi atau spiritual yang mempersatukan penduduk dari suatu negara dan menimbulkan kehendak pada mereka untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan negaranya.
b. Kedaulatan Nasional, yaitu teori hukum yang memberikan negara kekuasaan yang tidak terbatas atas semua kepentingan, baik itu di dalam negeri maupun dalam hubungannya dengan negara-negara lain.
c. Kekuatan Nasional, yaitu kekuasaan suatu negara (the might of a state) yang memberikan alat perlengkapan untuk melaksanakan segala hal yang dikehendaki oleh negara supaya dilakukan, yang kemudian kita sebut dengan kepentingan nasional.

 

Referensi:

http://regifauzi.wordpress.com/2012/04/07/perjanjian-westphalia/

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.